si penanggung dosa 2
Aku istighfar lagi. Terus-terusan. Ada titis air yang keluar dari mata, gugur berderai, pipi yang dahulunya pernah menjadi cumbuan mesra Syafiqah, bah dengan air mata.
"astaghfirullahal 'azhim"
Tubuh terasa semakin lemah dan longlai. Nubari jadi keruh, terbenam dalam kegelapan, kesulitan dan kesempitan. Terus meraung menahan sakitnya benturan-benturan penyesalan yang bagaikan hujan lebat terus mendera tubuh.
Aku berusaha membujuk diri, namun bisikan-bisikan nista membuatku hilang daya, panca indera gelap tanpa rasa, mata terbuka dan seluruh pemandangan berubah menjadi selubung pekat yang mengerikan, telingaku mendengar suara-suara namun mendadak bagaikan dihambat dengan ketulian yang kelam, alam pemikiran lumpuh, kedua telapak tangan dan jari jari bergetar, hatiku bagai hangus terbakar oleh gemuruh lahar kerisauan.
Apa yang bisa aku perbuat? Aku tidak tahu, jalan keluar tanpa tertutup rapat. Rintihanku, raunganku, tidak didengar. Suasana jadi kelam. Seakan aku hidup sendiri di alam ini. Akankah aku berputus asa?
Aku rebah terhenyak, mencampak wajah dikaki bumi. Aku menangis, menangis dan terus menangis. Lalu, ada tiupan bayu yang lembut menyelinap masuk pada celah-celah tingkap.
Tiupan bayu rahmat, bisikan kasih, perdampingan yang mesra, timangan-timangan kepada jiwa yang lesu, fikiran yang gelabah dan hati yang menderita.
Tiupan bayu yang membawa kerehatan, kerelaan dan harapan di samping mencurahkan rasa ketenteraman dan keyakinan. Tiba-tiba terdengarlah suara lirih dari Firman Tuhanku,
"Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ah, aku tersentak seketika. Ada yang sedang memanggil-manggilku. "Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri.."
Ya Allah! Ya Allah! Ya Allah!
"..janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah..." muncul harapan di hatiku. Jangan putus asa! Tiba-tiba batiku merintih lagi. Ah, tidak mungkin. Dosaku sangat besar sekali. Aku tertunduk malu..malu..sangat malu..tiba-tiba aku jadi teringat akhir ayat itu, "Sesungguhnya, Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ada rasa tenang yang menusuk-nusuk segenap ruh dan jiwa. Menghubungkan perasaan-perasaan jiwa serta menyarankan kepada hati suatu bentuk hidup yang sedar dan penuh pengharapan.
Maha Suci Engkau Wahai Tuhan, Menyingkap kegelapan malam dan membuatnya terang benderang, beribu hati gelap dan pekat telah pula kau singkapkan kesedihan mereka dengan pengabulan doa hingga hati gelap dan kelam itu berubah menjadi terang benderang dengan kegembiraan dan pengharapan, bahwa Engkau Maha Siap menghulurkan jari-jari takdir kelembutan yang memutus rantai-rantai dosa yang membelenggu dan mencekik diri. Di Pintu KemegahanMu hamba berdoa, bermunajat dan merintih kepadaMu.
"Wahai Allah!
Demi orang orang yang bermunajat meminta keampunanMu,
Demi orang orang yang berhajat memohon keredhaanMu,
Demi berjuta telapak tangan yang telah terangkat bermunajat pada Mu,
Demi doa para Nabi dan RasuluMu yang mustajab,
Demi rintihan para kekasihMu yang dahagakan pengampunan,
Demi orang orang yang bermunajat meminta keampunanMu,
Demi orang orang yang berhajat memohon keredhaanMu,
Demi berjuta telapak tangan yang telah terangkat bermunajat pada Mu,
Demi doa para Nabi dan RasuluMu yang mustajab,
Demi rintihan para kekasihMu yang dahagakan pengampunan,
Ampunkan aku dari segala dosa-dosa dan kenistaan. Bebaskan aku dari samudera syahwat yang membuatku tenggelam dengan nafsu, yang membuatku ditelan oleh dosa dan merangkak di perut dosa yang penuh dengan kebusukan bangkai kehinaan dalam keadaan lumpuh dari harapan, akulah hamba yang merangkak di perut dosa, ditenggelam ke dasar samudera syahwat.
Di Pintu KemegahanMu, ku memanggil-manggil Nama AgungMu, satu-satunya gerbang harapan bagi para pendosa. Ampunkanlah aku dari segala dosa-dosa.
Jiwa terus tenggelam bersama rintihan harapan di malam kelam 17 Ramadhan, terasa suatu sentuhan kasih mesra, suatu hembusan rasa sayang, suatu belaian tangan dan belas kasihan yang menghilingkan sakit derita. Semuanya jelas ternyata dalam ungkapan indah seorang Rasul, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam;
"...dan (bulan Ramadhan) bulan yang permulaannya Rahmat, pertengahannya Maghfirah (pengampunan) dan pengakhirannya pembebasan dari api neraka..."
Aku bersujud sungguh-sungguh. Dalam pekat malam akhir Ramadhan yang terus berlalu, bersama sebuah pengharapan, sebuah pengampunan untuk seorang penanggung dosa.
Comments
Post a Comment